Minggu, 01 November 2009
Terapi Menulis
Pokoknya jangan pernah berhenti menulis. Saat sumpeg.. menulislah. Saat gawok menulis tentang apa yang digawoki. Saat ketakutan.. menulis tentang apa ketakutan itu, bagaimana ketakutan itu terjadi, dan apa yang ditakutkan. Jadi dengan menulis, maka pikiran beraktivitas. Bibir kadang berkomat-kamit, dan tangan atau jari jemari terus bergerak menuruti perintah otak dan hati. Dan, tentu saja menulis adalah solusi.
Menulis beayanya sangat murah. Asal masih bisa berpikir dan tangan bisa digerakkan untuk menulis sudah cukup untuk menulis. Ya.. sudah cukup untuk menulis apa saja. Sayartnya satu, ada kemauan. Dan jika sudah menjadi habit (kebiasaan) menulis adalah obat. Menulis adalah terapi. Menulis adalah hiburan. Menulis adalah menyalurkan hobi. Menulis adalah solusi.
Menulis itu bisa dilakukan siapa saja. Kapan saja, di mana saja. Bagi seorang yang hobi mancing misalnya, menulislah, mengapa memancing, apa nikmatnya memancing, di mana memancing, dengan siapa saja memancing, ikan apa yang paling jadi favorit, di mana harus beli alat pancing, berapa jam yang dihabiskan untuk sekali memancing, dan seterusnya-dan seterungnya, pokoknya menulis.
Juga bagi pengangguran, menulislah, mengapa menganggur, menganggur karena hobi atau karena secara struktural "dipaksa" oleh keadaan untuk menganggus, dan seterusnya dan seterusnya. Bagi yang sedang dilanda stres akut, misalnya, cobalah menulis. Tuliskan apa saja yang hendak ditulis. Sejak kapan mulai stres, apa yang menyebabkan stres, sudah kemana saja mencari solusi atasi stres, apa yang biasanya dilakukan ketika stres tiba-yiba menekan, dan seterusnya-dan seterusnya.. insyaallah stres akan lenyap tersalur ke dalam tulisan. Dan yang lebih penting, dengan tulisan itu Anda punya pengalaman, punya dokumen, serta bisa menuangkan apa saja yang selama ini terpendam di otak dan hati..
Bagaimana.. kapan mulai menulis.. jangan segan-segan datang ke bengkelstres.blogspot.com (kung parikesit-parikesit 2008@gmail.com atau isa_surya@yahoo.com)
Minggu, 30 Agustus 2009
Takdir Itu Lebih Indah Dibanding Semua Keinginan
Pernahkah Anda gagal? Jika pernah karena apa? Dalam hal apa? Konon kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, jadi kalau Anda memang pernah mengalami nggak usahbersedih.. la tahzan. Tapi, mungkin pengalaman seorang sahibku ini patut direnungkan. Gimana ceritanya?
Satu ketika dia gagal dalam segala hal. Tiga keputusan besar yang diambilnya - ketiga-tiganya - menjadikan fatal dalam hidupnya. Pertama, ia mengabil keputusan pensiun dini dari perusahaan tempat ia kerja. Semula, dengan pesangon yang didapat bermimpi jadi pengusaha. Sementara, memang lumayang usahanya di bidang agribisnis lancar-lancar saja. Tetapi dua tahun kemudian colaps.
Kedua, saat ia dipercaya menjadi tim sukses salah seorang karibnya yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Dia rancang seluruh konsep pemenangan dan sosialiasi. Di tengah gelombang perjalanan politik kawan saya tadi "berpaling' pada pilihan idelalisme dia. Dia menjagokan tokoh muda yang - walaupun seideologi dengan calon yang semula didukungnya - tapi berseberang jalan. Singkat cerita, kawan tadi menjadi diisolasi oleh sahabatnya yang ditadirkan menjadi kepala daerah.
Ketiga, saat pileg 2009. sahabat saya ini mencelegkan diri untuk DPR RI. Segala daya, dana, dan upaya dikerahkan. Ia sangat optimistis bakal terpilih. Sayang, cosmologi dan masyarakat tak memberikan ruang untuk terpilih. Ia memang bisa menghibur diri dengan motto: alhamdulillah saya diselamatkan oleh Allah dengan ditakdirkan tidaka jadi anggota DPR RI. Namun secara ekomonomis, hancur berantakan. Sumber penghasilan nol, tabungan ludes, utang menumpuk. Dan tentu saja para piutang terus menerus mengejar-ngejar. Stres.. nggak?
Dan yang lebih fatal lagi, satu persatu kawan-kawan dekatnya meninggalkan. Karibnya yang semula sudah berkomitmen sehidup semati, baik dalam susah atau senang, berhasil atau gagal, justru yang lari duluan. Sanak keluarganya mlengos , bahkan isterinya pun, juga anak-anaknya menggugat habis-habisan.
Sendiri.. sendiri.. sendiri.. sunyi.. sepi.. tinggallah merenungi nasib diri.. tak pasti.. tak seorang pu perduli.. Nah.. saat itulah skenario Ilahi menjadi penting.. maka tak perlu bersedih, yakinlah skenario Ilahi pasti akan terjadi. Dan takdir itu.. jauh lebih indah daripadi semua rencana..Bersujudlah, dalam sungkurmu mohonlah sambil istighfar.. insyaallah..
Sabtu, 22 Agustus 2009
Perubahan Itu Indah
Sabtu, 15 Agustus 2009
Menangislah!
Tiga belas tahun kemudian, setelah penobatan Rumi menjadi guru sufi muncul seorang tokoh. Namanya Syams al-Din dari Tabriz (642 H/1244M). Ia datang ke Konya. Penampilannya aneh. Ternyata lelaki itu sangat memikat Rumi. Syams al-Din berhasil mengeksteriorisasikan maqam kontemplatif-spiritual Rumi ke dalam bentuk syair dan tari.
Ketika Rumi sudah terlanjur kasmaran terhadap Syams al-Din, tiba-tiba kemudian lelaki yang terlanjur mengubah jalan sufi Rumi itu menghilang. Kabarnya ia dibunuh oleh seorang pengagumnya yang 'cemburu'. Sejak itu Rumi semakin 'terbius' oleh pengaruh lelaki aneh Syams al-Din. Rupanya, pengaruh lelaki asal Tabriz itu menjadikan Rumi meninggalkan salah satu dunianya sebagai seorang dai. Ia pindah ke dunia lain, menjadi penyair, sufi besar dan penulis sajak mistis berpuluh-puluh ribu kuplet.
Karya utamanya Diwan-i Syams-i Tabrizi, memuat lebih dari 40.000 syair. Matsnawi yang memuat sekitar 25.000 syair. Jalaludin Rumi juga mengajarkan kaifiat kontemplatif dengan bersajak sambil menari. Pusinya bangkit oleh nafiri sang gendang, bunyi palu pandai besi, bahkan gemerincing air. Maka Rumi pun sering pergi ke alam, menikmati gerak dan musik alam bersama murid-muridnya.
Di antara murid-muridnya ada yang Nasrani dan Yahudi. Ada yang menarik dalam kumpulan catatan percakapan Rumi Fihi ma fihi, dikisahkan, bagaimana murid-murid Rumi menangis tersedak-sedak - tak terkecuali yang Nasrani maupun Yahudi - perasaannya larut terbawa oleh kata-kata Rumi. Mereka seolah dipertemukan oleh pertautan cinta bertemu kekasihnya, yakni Sang Khalik. Dan, ketika tanda-tanda pertautan itu mewujud - dalam puisi Rumi- maka mereka menyungkur dan menangis.
Ada kisah lain yang menarik menjelang perang Tabuk, perang menghadapi tentara Romawi pada musim panas. Tentara Romawi begitu kuat, seluruh sahabat Rasulullah diharapkan ikut. Tetapi karena jaraknya jauh setiap sahabat harus punya tunggangan sendiri, jalan kaki tak mungkin. Di antara sahabat ada yang miskin tidak karena punya tunggangan, menangis. Maka rombongan yang dipimpin Abdullah Al Muzani ini terpaksa kembali. Sebab, Rasulullah menyatakan tak berhasil membantu memberi mereka tunggangan. Mereka menangis, menyesal, lantaran tak bisa ikut perang dan segera bertemu Tuhan dalam kesyahidan.
"Mereka kembali sedang mata mereka melelehkan air mata karena kesedihan, karena mereka tidak memperoleh apa yang mereka nafkahkan" (QS: 9:92).
Tangis para murid Jalaludin Rumi dan tangis rombongan Abdullah Al Muzani tentu beda, meski serupa. Tapi keduanya jelas bukan sembarang tangis. Para murid Rumi menyungkur dan menangis karena merasa memperoleh nikmat, bertemu Sang Kekasih. Tangis pasukan Abullah Al Muzani adalah tangis kesedihan, menyesal karena merasa kehilangan kesempatan untuk secepatnya bertemu Sang Kekasih.
Menangis, sesungguhnya adalah fitrah. Ia merupakan aktivitas pertama kali yang bisa dilakukan seorang manusia ketika dilahirkan. Kita tidak pernah bisa menjelaskan maknanya. Apakah perpindahan dari dunia rahim ke alam raya menyebabkan kesediahan atau kenikmatan, kebahagiaan atau kesengsaraan, sehingga menangis. Kita mungkin sudah melupakan peristiwa bersejarah yang maha penting. Pun pula kita tidak ingat lagi berapa kali menangis sejak kecil.
Menangis adalah ungkapan. Bisa merupakan ekspresi kesedihan, bisa pula sebaliknya. Menangis adalah naluri, fitrah manusia yang sekaligus nikmat Tuhan. Menangis itu - katanya - sehat, maka menangislah sejadi-jadinya, supaya sehat.
Ada orang yang sangat sensitif, gampang sekali menangis. Menangis ketika harus berpisah dengan orang yang dicintai. Menangis ketika mendengar cerita atau mengalami peristiwa yang menyedihkan. Memangis tatkala melihat kesengsaraan dan penderitaan orang lain. Sebaliknya, ada orang yang sulit sekali menangis. Kalaupun harus bersedih, tak juga bisa menangis. Hatinya tidak sepeka golongan sebelumnya. Ada pula yang tidak bisa menangis karena hatinya memang bebal, keras membaja, walaupun ditimpa musibah sekalipun.
Ada bermacam-macam jenis tangisan. Ada tangis merindukan pertemuan dengan Al Khalik. Ini murip dengan tangis kekhusukan hati dalam berdzikir kepada Tuhan. Ia bermakna kontemplatif-spiritual. Tangisan yang lahir dari pikiran yang bersih dan hati yang bening. Ada pula tangis bahagia. Tangis jenis ini lahir di saat suasana bahagia yang diselimuti rasa haru, ketika berjumpa dengan orang-orang tercinta, berkumpul bersama keluarga dalam suasana hari raya, ketika mendapatkan nikmat besar, kemenangan dalam suatu perjuangan (baca: pertandingan), dan lain sebagainya.
Ada juga tangis ikut-ikutan - milik orang yang hanya bisa menangis ketika orang-orang di sekelilingnya menangis. Ada lagi tangisan cengeng. Ini lebih sarak makna bendawi, hedonis. Tangisan cengeng biasanya terjadi ketika seseorang kehilangan harta, kekuasaan, atau atribut-atribut bendawi yang dicintainya. Tangisan cengeng mirip dengan tangisan palsu. Seseorang mencucurkan air matanya supaya tampak sedih, haru atau bahkan bahagia. Tetapi dalam benaknya sebaliknya. Maka, air mata yang meleleh pun air mata kepalsuan, air mata buaya.
Pernahkah kita menangis? Menangislah! Dan, sebuah pertanyaan penting yang harus kita jawab jujur, termasuk jenis tangis yang mana? Tangisan rindu? sedih? bahagia? cengeng, palsu, atau apa? Tetapi yang penting, menangislah, karena menangis itu sehat dan bisa menjadi terapi untuk menghilangkan strer.. yooook menangis..(Jangkung Parikesit).
Rabu, 12 Agustus 2009
Stres itu Fitrah, Mengapa Takut..?
Karena potensi ini pula manusialah yang dipilih oleh Tuhan sebagai wakil-Nya di dunia ini. Maka, manusia memiliki peran ganda. Pertama, di hadapan Tuhan dia adalah hamba. Kedua, di hadapan dunia dia adalah wakil Tuhan. Inilah peran manusia yang diharapkan dapat dilakukannya dengan baik.
Salah satu ciri khusus yang ada pada diri manusia adalah kecemasan. Sebagaimana dinyatakan oleh seorang filusuf Jerman, Kierkegaard, bahwa kecemasan bukan sekedar gejala psikiatri, melainkan sesuatu yang fundamental yang tidak dapat dilenyapkan :
......."jika Anda mengetahui manusia dengan baik maka tidak ada manusia yang tidak memiliki kegelisahan, suatu perpecahan, suatu disharmoni, suatu kecemasan, suatu kecemasan terhadap sesuatu yang tidak diketahui sebabnya".
Al Qur'an secara tegas juga memberi tahu manusia, bahwa dirinya akan diuji oleh Allah untuk mengetahui mana hamba yang beriman dan mana hamba yang tidak beriman. Sebagaimana firman Allah :
" Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira bagi mereka yang sabar (QS Al Baqarah (2):155)".
Jadi, secara eksplisit Al Quran menegaskan, bahwa stres adalah fitrah atau bawaan manusia sejak lahir. Stres menurut Islam adalah bagian dari hidup itu sendiri dan bahkan merupakan ciri eksistensial manusia. Lalu, mengapa takut stres. Bukankah strer itu melekat pada eksistensi manusia. (dikutip dari Metode Supernol Menaklukkan Stres). Stres itu indah, dan bisa dinikmati. Lebih lengkap ikuti posting-posting di http://www.bengkelstres.blogspot.com/. Kami tunggu posting Anda.